Cicak vs Nyamuk

Setiap makhluk yang Allah ciptakan telah memiliki alur rezekinya masing-masing. Ada yang Allah berikan keberlimpahan dan ada juga yang Allah sekadar cukupkan. Yang menjadi soal, bagaimana cara kita mendapatkannya.
Di sudut yang lain, andai saja semua makhluk boleh protes kepada Allah atas rezeki yang diberikan kepadanya, maka makhluk yang akan pertama kali protes adalah si cicak. mengapa?

Sesuai dengan lirik lagu “cicak-cicak di dinding”, yang hanya bisa “diam-diam merayap”. Dengan kemampuan yang hanya bisa merayap itu ternyata Allah takdirkan kepadanya seekor nyamuk sebagai rezekinya yang dapat terbang ke sana ke mari jauh tinggi ke tempat yang ia suka. Tapi ternyata lirik berikutnya “datang seekor nyamuk”, bukan cicak yang mendatangi nyamuk, melainkan nyamuk yang mendatangi cicak. Lalu lirik yang penutup “Hap, lalu ditangkap.” inilah proses yang terakhir, kesigapan, kehati-hatian, kecepatan, dan tindakan nyata dari si cicak untuk menjemput rezeki yang “sengaja” datang kepadanya melalui kehendak Allah.

Hikmah. Allah swt telah mengirimkan banyak sekali rezeki kita di sekitar kita. ada yang kadarnya sulit dan ada yang mudah. ada yang banyak dan ada pula yang cukup. persoalannya adalah, apakah kita dengan sigap menjemputnya atau membiarkannya pergi. maka tidak ada yang perlu kita sesali atau kecewai, hidup ini bergantung bagaimana cara kita menjemput nikmat-nikmat yang Allah taburi di sekitar kita.
Belajarlah dari cicak yang tak pernah menyalahkan keadaannya yang hanya mampu menempel di dinding, sedangkan nyamuk bersayap. Tapi tercayalah bahwa Allah, Sang Pemberi Rezeki, akan mengirimkan rezeki itu. Tidak langsung ke mulut kita, tapi Dia meletakkannya tidak jauh dari kita supaya kita menjadi hamba yang pandai berusaha, sekaligus bukan yang pesimistis. Namun, jika kita hanya mengeluh dan tidak melakukan apa-apa, Allah akan mengambilnya kembali. Maka kita harus memilih, apakah akan menjemputnya, atau membiarkannya berlalu dan hidup tidak pernah berubah.

“Tidak selalu yang besar itu sulit didapat, tapi yang sulit itu pasti membuahkan sesuatu yang besar.” percayalah.

 

Bekasi, 10 April 2014

Apakah hati itu memilih atau dipilih?

 

Gambar

 

              Belakangan ini, aku merasa seakan ada Helium yang menyesaki setiap rongga tubuhku. Menarikku ke atas hingga menyentuh atap. Lalu helium itu meronta hingga tubuhku pecah menjadi butir-butir bunga yang bertaburan.

            Dialah yang pertama kali menanyakan “Apa kabarmu hari ini?” dalam seriap hari-hariku. Dialah yang pertama kali bertanya, “Apakah tugas kuliahmu sudah selesai?” ketika teman-temanku yang lain masa bodoh apakah aku sudah mengerjakannya atau belum. Dialah yang pertama kali berkata, “Jam berapa kautidur semalam? Apa kau tidak lelah? Nanti kau bisa jatuh sakit.” Dialah yang pertama kali berujar “Harusnya kau begini, jangan begitu’ dalam setiap khilafku. Dan dialah orang pertama yang akan menyiratkan “adakah yang ingin kauceritakan kepadaku? Di sini telingaku akan mendengar, di sini hatiku akan berbisik meski kautak mendengarnya.” Dialah orang yang pertama…

            Apakah itu yang kausebut ‘perhatian’? entahlah. Betapa sulit bagiku menafsirkannya. Namun, aku akan merasa senang dalam setiap perhatiannya. Ketika ia menanyakan kabar, bertanya kesibukan, bertanya apa yang akan kulakukan, meresahkanku, menasihatiku, atau sebatas melirikku lalu meretas seutas senyum. Aku juga akan merasa nyaman ketika mengobrol dengannya, bercerita kepadanya, termasuk mendengarkan cerita miliknya. Jika kami sedang berbalas pesan melalui WA, maka melihat tulisan “is typing” saja mata ini tak sabar menunggu kata demi kata yang akan muncul. Jika itu yang disebut perhatian, maka betapa bodohnya diriku yang tak mampu memaknainya lebih dari sekadar itu.

            Dialah orang yang menghiburku dikala hatiku gundah. Dialah orang yang meneguhkanku ketika hatiku bimbang. Dialah orang yang meneteramkan ketika hatiku gelisah. Dialah orang yang akan tersenyum meskipun leluconku hambar. Dialah orang yang akan meyakinkanku ketika yang lain ragu. Dan dialah yang akan mendengarkan keluhku meskipun keluhnya lebih besar dariku.

            Katanya, yang belakangan ini aku tahu, dia pernah menangis untukku, aku yakin bukan untuk, tapi karenaku. Jika benar begitu, semoga maafku kauterima. Dia pernah mengutip kata-kata yang kini aku lupa redaksinya, tapi intinya begini, wanita akan lebih memilih lelaki yang membuatnya menangis daripada lelaki yang berhasil membuatnya tertawa. Kala itu aku masih meraba-raba maksudnya. Namun kini aku telah membacanya.

            Seharusnya aku beruntung, ternyata ada orang yang menaruh perhatian padaku. Sekarang aku memahami ternyata tidak sekadar pertahian. Bukankah perhatian berasal dari kata dasar hati? Mungkin karena hati yang berbicara dan saling menyapa, timbullah perhatian. Semua yang memiliki hati pasti membutuhkan perhatian, bahkan seekor binatang sekalipun.

Seharusnya aku bahagia. Seharusnya. Ternyata ada wanita yang nyaris sempurna menaruh perhatian padaku. Tidak secuil, tidak juga sebagian, mungkin hampir sepenuhnya. Tetapi aku tidak tahu apakah ia akan tetap melakukannya hingga nanti, hingga semuanya pasti? Entahlah. Aku hanya dapat menaruh YAKIN kepada Allah, bahwa Dia tidak memilihkan yang baik untuk hamba-Nya, tetapi yang TERBAIK. Biarlah Dia yang memutuskan, di tangan-Nya segala sesuatu bergulir. 

Sebait Langkah

 

Gambar

 

Bergeraklah, hingga orang-orang tahu yang engkau tuju.

Bertuturlah, hingga orang-orang tahu apa yang engkau mau.

Membacalah, hingga orang-orang tahu apa yang menyesaki pikiranmu.

Menulislah, hingga orang-orang tahu yang engkau baca. 

Tersenyumlah, hingga orang-orang tahu apa yang engkau rasa.